Keajaiban 2
Keajaiban 2
Masih banyak yang ingin aku curhatkan. Yuk, langsung aja.
ini lanjutan dari posting sebelumnya.
Curhatan pertamaku :
Hari itu adalah rapat ANIMASI IMA. Aku hadir sebagai yang
paling ‘tua’ dalam rapat itu. Bukan fokus rapat, beberapa adik 2011 malah ‘menyuruhku’
utk segera menikah. Aku sangat tak suka dengan pembahasan tentang pernikahan. Aku
merasa masih kecil untuk mengangkat topik itu. Semua ini berawal ketika aku
bertanya, “Siapa yang ngasih materi Menjadi Dokter Muslim Idaman?”
One of them (OOT) menjawab : Mba ITF, kak Reqgi…
#Maaf, saya tulis OOT sebab saya tdk ingat siapa2 saja yg
bicara saat itu. OOT ini bukan cuma satu orang, tapi beberapa orang yg saling
menimpali#
Aku : Oh, bagus..bagus.. Mba ITF cocok bgt bawain materi
itu. Dia juga dokter idaman…
OOT : Tapi sudah ada yang punya, kak Reqgi…
Aku : Ya iyalah, dokter cantik kayak beliau pasti laku. Suaminya
juga bukan orang sembarangan.
OOT : Kalau kak Reqgi kapan ada yang punya?
Aku : Waduh, jleb banget pertanyaanmu…
OOT : Haha… Wakakak… Pasti sama yang ‘itu’ ya, kak?
Aku : ‘itu’ siapa? Jangan bikin gossip deh. Aku lho jomblo…
OOT : yg bla..bla..bla.. *disebutkan panjang lebar*
Aku : Bukan.. bukan.. udahlah, ssst.. fokus rapat.. Fokus..
OOT : Nanti Kak Reqgi nikahnya dimana?
Aku : Errr… Ssst, diem!
OOT : Di Tangerang, di Surabaya, atau di Bali?
Aku : Tiga-tiganya deh…
OOT : Bagus… Bagus… Nanti yang di Bali, biar IMA yg jadi
IO-nya. Kalau perlu nanti resepsi pernikahan Kak Reqgi sekalian sama Tebar Qurban,
Yankes, plus Khitanan Massal.
Aku : -____-
OOT : Nanti Kak Reqgi sama suaminya nggak duduk di pelaminan,
tapi nyunat anak2 yang ikut khitanan massal…
Aku : Emang sudah pasti apa kalo suamiku itu dokter juga?
-___-
OOT : Lho, emang calonnya kak Reqgi bukan dokter?
Aku : Aku belum punya calon! Jadi aku nggak tau dia dokter
atau bukan…
OOT : Pokoknya harus sama dokter, kak Reqgi… Harus…
Aku : errr, maksud lo? -___-
OOT : Nanti resepsi pernikahannya pakai pakaian warna apa,
kak Reqgi?
Aku : *bungkam*
OOT : Kak Reqgi suka warna apa?
Aku : Biru…
OOT : Oke, berarti biru ya… Kak Reqgi nanti mau menu
cateringnya apa? Mau undangannya yang kayak gimana? Ohya, kalau perlu… Kalau
suaminya Kak Reqgi punya klinik di Bali, sekalian aja kerjasama bareng IMA
untuk bikin acara charity… Kak Reqgi mau cetak berapa undangan?
#Aku tahu mereka hanya bergurau, tapi aku rasa ini cukup#
Aku : *membisu*
Mereka diam juga akhirnya melihat aku diam seperti sedang marah,
padahal aku hanya berpura-pura marah.
Curhatan keduaku :
Setiap pulang ngajar les privat di rumah BGS, aku selalu
melewati sebuah restaurant keren. Ayucious Restaurant namanya. Harga-harga
tentu mahal. Sekali makan di restoran ini, bisa seminggu aku kelaparan di kos. Restoran
ini bagai impian belaka untuk dimasuki selama aku masih berlabel mahasiswi
perantauan, berlabel anak kos dengan dompet yang tidak tebal.
3 November lalu kawanku DRNW merayakan ultahnya yang ke 21
di restoran Ayucious. Aku diundang. Ingin sekali datang tapi aku nggak tahu
harus bawa kado apa. Kalo dulu pas SMP atau SMA, paling hadiahnya berupa
benda-benda lucu yg unforgettable. Tapi kalo udah mahasiswa begini? Masa iya
ngasih kayak gitu. Lagipula apapun yang aku kasih, tentu bisa dibelinya
sendiri. DRNW tergolong anak dari orang tua yang berkasta tinggi di Bali. Walau
sehari2 tinggal di rumah, tapi ada waktu-waktu tertentu dimana dia harus pergi
ke Puri. Puri ini semacam istana kerajaan bagi kasta Ksatria. Anak keturunan
ningrat, tentu kaya raya.
Aku dan DNRW cukup sering belajar bersama di rumahnya saat
ujian, bersama kawan2 lain. Saat kuliah pun, kami hampir selalu duduk satu
baris. Sebenarnya aku ingin sekali memberi kado berupa buku atau novel, tapi
aku tak tahu novel macam apa yang disukainya. Sesaat aku menganggap DRNW adalah
diriku yang senang jika dikado buku, tapi dia bukan aku. hmm, setelah lama
berpikir, aku putuskan untuk tidak membawa kado, hahaha…
Saat aku memarkirkan sepeda motor, agak miris rasanya
melihat kanan kiriku adalah mobil-mobil mewah dan bukan sepeda motor. Wakakak,
pede aja lah… Aku SMS ke DRNW “Aku sudah di Ayucious, dmn tempatmu?”
Aku kaget saat dia membalas “VIP lt.2”
What? Ruang VIP? Padahal dari kos aku berpikir bahwa
acaranya hanya makan-makan biasa, tapi kenapa harus sewa ruang VIP segala? Ah,
sudahlah… saat naik ke ruang VIP, aku merasa salah kostum. Sebagian besar
kawanku mengenakan gaun atau minimal dress yang khusus untuk pesta. Hmmm, aku
gunakan lagi mantra “pede aja”, hehe…
Ruangan VIP ini sangat besar. Ada layar berukuran raksasa
dan dua microphone. Sebagian teman yang sudah datang dari awal, mereka
karaokean. Aku duduk. Seorang pramusaji mendatangiku. Aku membaca daftar
minuman. Aku pesan jus alpukat. Sambil menunggu jus datang, aku makan pizza
yang sudah tersaji di setiap meja.
Saat makan pizza, aku mengedarkan pandanganku ke ruangan
ini. Banyak rangkaian bunga. Hmm, aku tahu jawabannya sekarang. Jadi kalau udah
mahasiswa begini atau di dunia kerja nanti, gak perlu pusing2 mikir kado apa. Cukup
beli seikat rangkaian bunga, lalu beri kartu ucapan di dalamnya, seperti di
film2. Sangat elegan memang! Aku jadi tahu, pergaulan seperti ini sangat baik. Tak
harus kita melulu ngumpul sama anak Rohis yang selalu berkutat dengan diskusi
agama.
Acara2 kerohanian memang keren, aku bahkan sangat
menyukainya. Tapi kecintaan terhadap kegiatan rohani bukan berarti lantas
membuat kita antipati dengan dunia luar. Kalau sudah terjun di dunia yang menuntut
kita untuk adaptasi, dunia loby-loby, dunia global, tentu kita harus tahu celah
bagaimana melunakkan hati partner-partner kita di luar sana. Bukan begitu?
Kesimpulan yang bisa aku ambil adalah jika aku ber’diplomasi’
nanti atau saat menghadiri acara2 ultah, peresmian perusahaan, peresmian
klinik, rumah sakit, dll, aku cukup membawa seikat bunga dan merangkai kata
dalam kartu ucapan. Tapi bunga itu tak hanya begitu saja aku berikan. Sebelumnya,
akan aku bacakan Al-Fatihah supaya siapapun yang menerimanya, bisa tersihir
oleh setiap kata yang aku utarakan *heleeeh, prettt* -> tapi serius lho… :’)
Teman2 menyodoriku microphone, aku pun bernyanyi. Untung saja,
perbendaharaan lagu2ku tak minim. Aku cukup hafal lagu2 yang tersaji di sana. Dari
mulai lagu barat jadul, lagu barat terkini, lagu Indonesia dari berbagai
aliran, bahkan (maaf) dangdut, haha… Tak ada niat untuk menggoyahkan agama
dalam dada, ini hanya bentuk ‘diplomasi’. Sungguh, saat jam sholat Isya’ pun
aku undur diri. Walau tidak disediakan masjid untuk pelanggan, aku sholat saja
di balkon ruang VIP, hehe… usai sholat, balik lagi dengarkan kawan2 yg
karaokean. Itu untuk pertama kalinya dalam hidup, aku karaokean rame2 macam
ini. :D
Curhat ketigaku :
Kamis malam aku dapat gaji dari hasil ngajar les privat. Kalau
ditambah dengan uang di ATM yang 200rb (seperti di posting sebelumnya), cukup
untuk bisa berangkat ke Purwokerto utk acara perkumpulan mahasiswa kedokteran
muslim di Unsoed. Kalaupun aku nggak ditakdirkan kesana, uang ini bisa aku
gunakan untuk ongkos menghadiri walimahan kawanku di Jogja, plus walimahan
sepupuku di Pasuruan. Rencanaku sudah matang. Tapi tiba-tiba Omku SMS, beliau
meminjam uang, setengah dari gajiku sebagai guru les.
Rencana yang sudah tersusun pun batal. Aku lebih memilih
untuk menyedekahkan uang itu pada Om. Acara di Purwokerto, Jogja, dan Pasuruan
batal. Tak ada rasa kecewa terbersit dalam hati, sungguh. Entah mengapa.
Minggu malam, saat aku mengajar, aku mendapat jarkom yang
mengabarkan bahwa bus yang membawa rombongan delegasi mahasiswa kedokteran dari
seluruh Universitas di Indonesia mengalami kecelakaan. Satu sisi aku bersyukur
tak jadi berangkat ke sana karena tak punya cukup uang. Tapi di sisi lain aku
sedih, mendengar rekan2 sejawatku tertimpa musibah. Pun saat aku menonton televise
yang mengabarkan berita kecelakaan itu, mataku hampir saja meneteskan
bulir-bulir duka.
Susah-susah masuk FK, tapi batal menjadi dokter. Mahal-mahal
kuliah FK, tapi batal menjadi dokter. Aku tak bisa bayangkan bagaimana luka
yang dirasakan keluarga mereka yang meninggal. Semalaman aku tak bisa tidur,
membayangkan hiruk pikuk evakuasi korban disana. Aku risau!
Esok paginya aku membaca blog salah satu rekanku yang
meninggal. Ternyata gadis itu gadis yang baik. Sepertinya sudah siap menghadapi
kematian. Benar ternyata, tulisan adalah bentuk pencitraan diri. Lalu bagaimana
denganku? Jika aku meninggal dan orang membaca blogku ini, mungkin mereka akan
mencibirku dan memandangku sebelah mata. Tapi aku sama sekali tak menjadikan
blogku sebagai ajang pencitraan, seperti kebanyakan orang di dunia. Aku menulis
jujur dari hati. Aku enggan memasang topeng kemunafikan. Aku ingin menjadi
diriku sendiri, apa adanya. Allah yang Maha Tahu segala isi hati kan? Wallahualam
:’)
Reqgi First Trasia
Denpasar, 6 November 2012
Komentar