Tidak! mereka tidak salah! itu pilihan mereka!

Dunia tanpa kecewa

Ini adalah duniaku, dunia menulis.
Akan tiba suatu era dimana saatnya ku berbalik dan menertawakan teori kalian. Era yang sangat kudambakan, ketika itu tak ada rasa kecewa, hati selalu disibukkan dengan keindahan2 yang dititipkan oleh Allah. Dunia yang selalu membuat kita merasa untung, walaupun rugi. Dunia yang mengajarkan kita kerendahan hati, menjauhkan kita dari kebanggaan menjadi penganut hedonis. Dunia dimana kita tidak hanya menghabiskan uang mama-papa. Dunia equilibrium dimana kita tidak memberatkan pergerakan kita pada satu ranah saja, misal: rohani saja, organisasi saja, akademis saja, atau ‘saja’2 yang lain. Begitu yang aku tulis dalam setiap impian-impianku.

Aku pernah bersama orang-orang ini. Ku temui mereka karena mereka telah membuatku merasa tak sendiri ketika aku pertama kali menginjakkan tanah Bali. Orang-orang agamis yang kalau kau lihat satu kali saja, kau langsung bisa menebak “Ya, dia orang yang tau agama!”. Lihat segalanya lebih dekat, dan kau akan bisa menilai lebih bijaksana, begitu kira-kira yang dikatakan Sherina-cilik dalam film Petualangan Sherina. Kata-kata itu terpatri benar dalam pikiranku ketika aku masih kelas 4 SD, tetapi dalam prakteknya, sampai sudah setua ini, aku terkadang masih mengabaikannya.

“Hidup berjamaah! Akan ku pastikan kau akan aman bersama kami, Ukhti.” Begitu kira-kira kalimat utama dari kata-kata panjang mereka. Aku ikuti saja. Terlihat indah memang, sholat berjamaah, membaca al-matsurah selepas subuh, dan aktivitas ruhaniah lainnya. Aku berpikir, awalnya, aku akan kecipratan alim insyaAllah kalau terus terbawa atmosfer seperti ini. Beberapa bulan aku tinggal bersama mereka, banyak kutemui hal-hal yang bertentangan dengan idealism-ku. Entah mungkin saat itu aku yang khilaf.

Dikatakan bahwa ukhuwah itu memberi, bukan menerima. Terdengar so sweet memang, tapi kembali pada naluri manusia normal. Siapa di dunia ini yang mau memberi terus tanpa pernah menerima? Siapa di dunia ini yang betah berlama-lama berada diantara mereka yang tak satu idealism? Siapa di dunia ini yang mau rugi terus, dengan sedikit sekali diuntungkan?

Apa mereka salah? Tidak!!! Mereka tidak salah. Itu pilihan mereka. Itu hidup mereka. Tapi sayangnya berbeda dengan pilihanku, berbeda dengan cara hidupku.

Terlalu sibuk mendahulukan syuro’ atau kegiatan2 yang dinaungi oleh kata syar’I membuat mereka sering pulang dengan jadwal yang tak tentu, bahkan lewat jam malam, pantaskah seorang akhwat bertindak demikian? Kesibukan yang mengatasnamakan kepentingan ummat dan demi memperjuangkan dakwah membuat mereka lantas melupakan bahwa nilai akademis seharusnya tidak disepelekan. Aku saksikan sendiri masih adaaa saja yang kuliahnya terbengkalai, banyak mengulang mata kuliah, dll. Kalau memang IP atau IPK dianggap hal sepele, masa’ yang sepele aja gagal? Gimana bisa memegang amanah yang lebih besar?

Aku keluar dari komunitas itu, tapi bukan berarti aku meninggalkan kebiasaan2 baik yang pernah mereka ajarkan. Aku hanya tidak ingin terpengaruh. Aku tak sekuat itu seorang diri diantara orang-orang yang berbeda idealism. Karena banyak buku yang mengatakan bahwa lingkungan akan memberi sumbangsih dalam pembentukan kepribadian. Aku tak mau jika kepribadianku lama-kelamaan akan tertular seperti itu.

Aku pindah ke sebuah kos putri yang lokasinya cukup tenang, dekat dari kampus, dan harganya cukup terjangkau. Aku cukup lama tinggal disitu, lebih dari satu tahun. Kemudian, tiba suatu masa dimana aku harus keluar lagi dari kos ini.

Begini, hari itu aku dikejutkan oleh seorang teman yang selama ini ku kenal dia seorang yang baik, bahkan sangat baik. Hari itu ia mengajak pacarnya (yang tak lain tak bukan adalah yang sering membaca tilawah di setiap acara keagamaan di kelompok mahasiswa muslim kedokteran) ke dalam kamar. Aku mencoba positif thinking, “Ah, cuma bawa cowok aja, asal pintunya gak ditutup, asal dia masih kuat dengan hijabnya, semoga tak terjadi apa2” Tapi…tapi… lho? Aku kaget! Kok dia buka jilbabnya? Oh, mungkin karena dia sudah nikah sama tu cowok kali ya? Positif thinking… positif thinking…

Aku ngantuk. Saat itu pukul 9 malam. Kok cowoknya belum pulang ya? Oh, mungkin nanti kali… lagipula di kos ini batas terima tamunya jam 11 malam… positif… positif thinking… aku tidur… seperti biasa, sekitar jam 2 pagi aku bangun untuk melaksanakan ritual tahajud (halah, gaya)… lho? Kok masih ada suara cowok cekikikan ya di kamar sebelah? Oh, berarti beneran udah nikah nih…

Lama kelamaan aku tahu kalau mereka belum menikah. Heran? So pasti! Hal itu merembet ke teman-teman lain yang juga turut mengajak pacarnya menginap di kos. Aku tak tahan melihat kondisi itu. Aku memutuskan untuk pindah kos dengan terlebih dahulu menerima hujatan-hujatan dari mereka. Mereka yang annoying kok malah aku yang dihujat? Entahlah!

Lagipula kos itu sangat tidak bagus untuk memperkaya kepribadianku dengan hal positif, jadi lebih baik aku menyingkir. Tinggal diantara orang-orang yang berucap dan bertindak negative tanpa kita sadari akan menimbulkan medan magnet yang menarik aku ke kutub negative. Lebih baik aku pindah sebelum medan magnetnya mengubrak-abrik prinsip hidupku.

Terkadang kita harus menutup telinga, menutup mata, dan segala pancaindra dari hal-hal negative jika kita belum siap untuk mengubah kenegatifan itu menjadi positif, jika kita belum siap ber-amar ma’ruf nahi mungkar. Daripada seperti saya yang pada akhirnya jadi musuh mereka. Mereka yang menganggap saya musuh, saya sih tidak.

Apa orang2 yang mengajak pacarnya menginap di kamar kosnya ini salah? Hmmm… itu pilihan mereka… mereka merasa tidak salah… tapi itu bukan gaya saya… Nggak gue banget lah…

* * *

Hal lain yang indah adalah perjuangan. Jangan dikata perjuangan itu identik dengan sebuah pengorbanan. Jika kita mampu menikmati perjuangan itu, maka kesannya akan terasa manis. Percayalah. Seperti hari ini, aku mengingat-ingat dan mengkhayalkan betapa indahnya jika punya tempat sholat kecil di kampus ini, tak perlu jauh2 berjalan ke masjid di luar kampus, sehingga membuat hati resah apa aku telat perkuliahan di kampus atau tidak.

Fakta yang mengejutkan, aku melihat adik2 2011 dengan nyantai menggelar sajadah di depan ruang kelasku lantai empat, mereka sholat dzuhur disitu! Aku tahu dalam hati mereka pasti berkata, “Ya jangan salahin kita2 dong kalo kalian lalu lalang ngelihat kita sholat di depan pintu kelas, siapa suruh gak sediain tempat sholat disini? Kita sih bisa aja sholat di masjid yg jauh itu, tapi ntar kalo telat ngampus, malah disindir2, yaudah sholat disini aja.” Dalam hati aku bergumam, hebat sekali mereka bisa senekat itu. Aku saja masih tak enak hati jika menggelar sajadah di sembarang tempat di kampus untuk sholat. Mungkin mereka paham betul dalil ini : Bahwa sesungguhnya setiap jengkal tanah di bumi Allah ini adalah masjid.

* * *

Jatuh cinta itu indah! Benar! Tapi sebaiknya jangan dilanjutkan dengan menjalin komitmen tanpa ijab qabul. Ya, aku pernah tersesat. Aku tahu pacaran itu tak boleh dalam Islam, tapi aku malah terpeleset. Aku tersesat, tak tanggung2, aku dua kali tersesat. Pertama saat SMA, kedua saat kuliah. Untung saja tersesatku ini tak jauh2. Aku tak pernah melepas jilbabku di depan pria. Aku sadar aku salah. Lantas dengan kesalahanku itu apa aku harus nangis terus2an tanpa melanjutkan hidup? Tidak! Dengan aku pernah tersesat ini, aku jadi menemukan jalan baru. Aku tahu bagaimana bersikap terhadap teman yang sedang jatuh cinta karena aku pun SEMPAT merasakan. Jika mereka sedang senang2nya tersenyum, biarkan saja, jangan lantas kita dakwahi mereka dengan seribu dalil. Gak bakal ngefek! Percaya deh! Lha wong orang yang kita dakwahi itu sedang mabuk. Masa’ kita mau bicara sama orang mabuk? Mabuk darimana? Masih belum jelas? Itu tuh mabuk cinta! Biarkan saja dulu, tapi tetap kita awasi. Kalau mereka sudah sadar dari mabuknya dan mulai bisa menggunakan nalar dan logikanya untuk berpikir tentang butanya cinta yang ia rasakan, barulah kita bergerak, sambil berdoa: semoga langkah kita ini tidak terlambat. Itu sih JALAN BARU yang ku temukan.

Ada teman2 galau, atau bisa kita sebut komunitas galau, yang selalu mengkoar-koarkan bahwa pacaran itu haram. Sebagian dari mereka mungkin benar istiqomah, sebagian yang lain itu wujud dari fase ‘denial’ mereka karena mereka belum pernah tau indahnya VMJ (virus merah jambu), mereka melakukan semacam ‘proyeksi’. Memojokkan orang-orang pacaran sebagai bentuk bela diri atas keinginan mereka untuk jatuh cinta yang belum sempat tersalurkan, mungkin ada yang belum pernah ditaksir cowok/cewek sama sekali, sehingga dapat predikat JOMBLO PERAK, atau mungkin ada yang sudah pernah jatuh cinta lantas cintanya ditolak, membuat mereka melampiaskan kekecewaan atau bahkan kegalauan itu dengan menjelma menjadi makhluk bijak yang isi dakwahnya itu tentang cintaaaa melulu. Apa mereka salah? Tidak! Mereka tidak salah! Itu adalah pilihan mereka.

Lha terus gimana lho, Reqg? Apa gue harus tersesat dulu kayak lu? Ya nggak gitu juga. Memang gue pernah tersesat hingga pada akhirnya gue menemukan JALAN BARU ini. Tapi kalau kalian belum pernah tersesat, jangan coba-coba untuk tersesat, tetaplah di jalan lurus kalian, ambillah hikmah dan pelajaran yang baik dari orang-orang yang pernah tersesat. Itu menurut gue! Tapi yang namanya virus (VMJ, red) tetap saja virus, harus diberi antivirus!

Ada seorang teman yang seriiiiing banget nanya (dengan maksud nyindir), “Lu pernah pacaran ya? Emang apa sih manfaatnya pacaran? Kenapa sih lu pacaran?” bla…bla…bla… masih aja aku dinasihatin begitu, ditanya2 begitu. Woooi, aku lho sudah gak punya pacar, kok masih dimarah2in. lagipula itu kan dulu. Kenapa seolah kesalahan dulu itu seperti kesalahan yang dibawa sepanjang hidup? Ya udah lah ya, beri kesempatan orang yang punya salah itu untuk “move on”, gak perlu diingatkan bahkan diperolok oleh kesalahan2 yang lalu, yg dia sendiri gak ingin mengulanginya.

* * *

Mahasiswa FK adalah mahasiswa yang paling nggak kreatif dan nggak inovatif walaupun mereka masih produktif? Setuju nggak sama pernyataan itu? Kalo dilihat dari sisi negative sih iya, aku lebih sering melihat teman2 dari fakultas lain mendapat beasiswa ke luar negeri, aku lihat teman2 di sekelilingku masih ada saja yang hedonis. Memang mereka adalah anak2 dari orang tua yang perpenghasilan tinggi. Tapi sadar nggak ya kalo gaya hidup mereka itu hanya sekadar menghabiskan uang mama-papa?

Kalau soal beasiswa, sedikit sekali pihak luar negeri yang mau memberi beasiswa ke anak2 kedokteran, entah mengapa. Jadi seolah terlihat anak2 FK jarang ada yang ke luar negeri et-causa beasiswa, kalo pake kantong pribadi sih banyak!

Hal miris yang pernah aku lihat adalah ketika teman-teman membicarakan soal harta benda, siaran televise menayangkan anak2 busung lapar, menayangkan angka kemiskinan negara ini yang terus melaju pesat! Tak adakah sedikit rasa empati pada hati mereka?

Banyak pula mahasiswa FK yang hanya menjadi KuPu-KuPu (kuliah-pulang-kuliah-pulang). Ada juga yang jadi 3K (Kelas, Kantin, Kos) karena hidupnya tak jauh dari itu saja. Apa mereka salah? Tidak! Mereka tidak salah! Itu pilihan mereka. Tapi berbeda dengan pilihanku. Memang, tujuan kuliah mereka adalah belajar sebaik2nya untuk nilai setinggi2nya. Kalau aku, mencari pengalaman sebanyak2nya dengan usaha (belajar) sebaik2nya, dengan doa sesering2nya, dan menggali hikmah di luar kehidupan akademis sedalam2nya, sebelum semua dimakan waktu. Karena tidak mungkin kita bisa lompat sana lompat sini untuk mengurus beberapa amanah akademis, amanah organisasi, amanah dakwah, jika sudah ada bayi di tangan kita. Aku lebih memilih mengoptimalkan waktu yang singkat ini untuk lebih produktif. Itu pilihanku! Aku lebih memilih untuk terus bergerak, karena (kata Newton) benda diam akan terus diam, tetapi bendah bergerak akan mempunyai kecenderungan untuk terus bergerak.

Hidup dalam zona equilibrium, dimana tidak satu aspek saja kita terlihat sebagai “gold standard”, itu cita-cita saya! Menyeimbangkan ikhtiar akademis, organisasi, rohani, memang bukan hal yang mudah, tapi harus kita coba. Tak jarang kita melihat kawan yang IPKnya fantastic, tapi tak pernah eksis di organisasi dan tak pernah kita lihat di masjid. Atau kalau IPK keren, eksis di organisasi, tapi sholatnya masih “ah entar dulu”. Atau sibuk di masjid melulu sampai gak ‘care’ sama IPK atau organisasi. Apa mereka salah? Tidak! Mereka tidak salah! Itu pilihan mereka, tapi bukan pilihanku.

* * *

Ngapain sih, Reqg? Pakai nulis beginian? Songong banget lu, Reqg, jadi orang! Ya, terserah. Yang jelas disini saya hanya berusaha berbagi (sebagai orang yang pernah tersesat) agar para pembaca tidak mengulangi ke-tersesat-an saya. Saya juga tidak menyalahkan orang-orang yang punya pilihan hidup berbeda dengan saya. Saya disini hanya memaparkan langkah2 yang saya pilih, itu saja. 


Reqgi First Trasia
26 Januari 2012

Komentar

Postingan Populer