40 Hari Menuju Istanbul


40 Hari Menuju Istanbul

Mohon maaf jika tulisanku ini terlihat terlalu jujur, bahkan bisa dibilang polos. Aku cuma ingin berbagi karena banyak hikmah yang insyaAllah bisa diambil. Dari tulisan ini nanti mungkin bisa ternilai bahwa aku bukanlah akhwat super seperti akhwat2 yang aku kenal di Indonesia. Bahkan mungkin aku hanya akhwat abal-abal yang extrovert atau terlalu frontal atau alay dalam mengekspresikan kisahku. Dalam kisah ini, tak ada maksud sedikitpun untuk mencela atau menyindir salah satu pihak atau lembaga. Sekali lagi, ini hanya sekadar cerita.

Hari 1
Kisah ini dimulai dengan “broken heart”, patah hati, atau mungkin bahasa alay-nya “fraktur hepatica”, haha… Ya, siapa di dunia ini yang tidak patah hati melihat seseorang yang diinginkannya ternyata lebih memilih orang lain dibandingkan dirinya yang sudah lama menunggu? Bahkan Desi Ratnasari dalam lagunya “Tenda Biru” pun turut galau melihatku hari ini. Haha, lagu jamanku SD, sekitar tahun 90-an. Kalo diconvert ke jaman sekarang mungkin lebih cocok lagu Adele yang “Someone Like You”. Sudah… sudah… sudah cukup alay-nya…
Dalam kondisi GeGaNa (Gelisah Galau dan Merana), aku coba segala macam cara untuk membasmi kuman-kuman galau itu. Aku dirikan sholat sunnah, tilawah, doa, curhat ke ortu n adik, dll. Tapi kegalauan itu belum sirna. Aku coba buka fesbuk dan chatting dengan beberapa teman untuk membagi kesedihanku. Ada banyak saran unyu-unyu dari mereka.
Teman : Waduh, serius, Reqgi? Wah.. sabar ya.. semoga anak mereka (baca: mereka disini adalah doi dan pasangannya sekarang) gak kena tetralogi of fallot, hehe…
Aku : wew, jahat banget… Ya gak mungkin lah aku nyumpahin anak mereka kayak gitu.. ToF terlalu parah, minimal Ventricular Septal Defect aja #lho?
Teman : Haha, itu mah ga jauh beda… Ya udahlah, mungkin memang belum jodoh… insyaAllah bakal dapat yg lebih baik…
Maklum, saat itu kami sedang dalam blok Cardiovascular, jadi segala sesuatunya dihubungkan dengan kuliah. Ada juga percakapan lain dengan temanku.
Teman : Tenang, Reqgi… Selama janur kuning belum melengkung, dia masih milik umat, hehe…
Aku : Nah, kalo nanti janur kuningnya melengkung gimana?
Teman : Ya kita robohin bareng2 janurnya, wakakak…
Aku tertawa melihat cara-cara temanku menghiburku silih berganti. Tak perlu bernegative thinking dengan apa yang mereka katakan, just take it easy and keep it simple…
Setelah cukup terhibur dengan guyonan itu, aku membuka2 group di fesbuk, begitu banyak group disitu. Aku menjelajahi beberapa, salah satunya FULDFK. Halaman awal banyak sekali foto-foto catalog, setelah aku geser ke bawah, aku melihat ada sesuatu yang menarik. Ada sebuah posting mengenai FIMA Camp for Medical Students di Istanbul.
Kalau aku tidak galau, mungkin aku tidak akan membuka2 fesbuk untuk menghibur diri. Dan kalau hari itu aku tidak membuka fesbuk, itu artinya aku tidak akan melihat posting tentang FIMA Camp. #hikmah1
Aku buka posting itu dan aku baca dengan seksama. Syaratnya harus menulis essay, mengirimkan CV, dll untuk proses seleksi. Aku lihat deadlinenya tanggal 22 Mei 2012. Sepertinya aku tidak akan ikut karena 2 hari lagi aku ujian Kardio, jadi sulit untuk bisa fokus membuat esai. Salah seorang teman menyuruhku untuk membuat esai biasa aja untuk sekadar memenuhi persyaratan, bahasa lainnya “formalitas”. Tapi aku tak bisa bertindak demikian, sekalipun hanya sekadar esai, aku harus membuatnya dengan hati #halah.

Hari 2
Hari ini adalah deadline pengumpulan kelengkapan seleksi FIMA Camp, sementara aku belum berbuat apa2. Aku coba kontak pengurus dan Alhamdulillah esai (khusus buat aku) bisa diperpanjang jadi tanggal 25 Mei 2012, tapi untuk CV harus hari ini.
Sepulang kuliah aku langsung kirim CV dan lanjut belajar Kardio
.
Hari 3
Hari ini ujian Kardio. Ada sedikit kasus antara angkatanku dengan pihak dosen, tapi insyaAllah sudah tuntas. Selepas itu, aku balik ke kos untuk search bahan pembuatan esai dengan tema “Career Development for Health Professional”. Mencari bahan yang tepat bagiku sangat lama. Ibarat membelah pohon, kita butuh 8 jam untuk mengasah kapak agar hanya menghabiskan 2 jam untuk membelahnya, ketimbang 2 jam mengasah tapi 12 jam membelah.

Hari 4
Aku membuat esai dalam 2 bahasa (Indonesia dan Inggris), langsung ku kirim dan tinggal menunggu hasil, apakah aku lolos atau tidak. Kalau dilihat2 sih sepertinya tidak lolos coz cuma aku satu2nya yang telat mengumpulkan esai.
Setelah mengirimkan esai dan konfirmasi ke pengurus, aku langsung membuat proposal untuk penggalian dana, hehe… Padahal belum tentu aku lolos… Lalala… :p Tapi tindakan kita adalah bagian dari doa. Bukan begitu? Biar aja kelihatan “ke-pede-an”, selama hal itu positif, why not?

Hari 5
Hari ini adalah hari dimana aku terkejut karena ternyata aku lolos dan masuk 10 besar yang akan berangkat ke Turki. Nah loooo! Bingung dah gue sekarang… Duit dari mana bisa kesana? Dan Ustadz Yusuf Mansyur malah men-judge bahwa pertanyaan “Duit dari mana?” itu adalah cacat secara tauhid, karena jawabanya sudah jelas “Duit dari Allah”. Kita harus yakin bahwa Allah itu Maha Kaya.
Aku print proposal yang secara “ke-pede-an” sudah aku susun kemarin dan aku perbanyak sejumlah 30 proposal hari itu juga (20 proposal berbahasa Inggris dan 10 proposal berbahasa Indonesia). Cukup membutuhkan modal yang besar untuk mencetak begitu banyak proposal.
Aku langsung menghubungi Ibu Pembantu Dekan 3 untuk konsultasi masalah dana. Beliau mengatakan Fakultas memang tidak memiliki anggaran untuk hal ini, tapi beliau bersedia membubuhkan tanda tangannya untuk pengajuan ke rektorat. #Alhamdulillah

Hari 6
Hari ini aku hubungi Kak Heri karena dia punya banyak link. Ia mengantarku (tentu dengan kendaraan terpisah) ke Masjid Al-Amanah. Disana langsung taruh proposal dan Kak Heri menghubungi takmirnya. Setelah itu lanjut ke Masjid Sudirman. Di sini bertemu dengan Pak Ismani. Beliau masih belum tau apakah Masjid Sudirman bersedia memberikan dana atau tidak. Tapi beliau memberi 5 link, empat diantaranya sulit dihubungi, jadi hanya ada 1 yang berpeluang.

Hari 7-8
Aku terharu ketika tahu teman-teman IMA mau membantuku menyebarkan proposal. Mereka ke Bank-bank. Walau sepertinya tidak ada follow up, tapi aku hargai niat baik mereka. Setidaknya aku tahu, bahwa aku tidak sendiri di Bali, aku punya teman2 IMA yang begitu luar biasa meluangkan waktu untuk saudaranya.
Aku follow up Masjid Al Amanah, aku hubungi Pak Pion, tapi disuruh hubungi dulu Pak Agung. Setelah hubungi Pak Agung, beliau bilang besok disuruh telepon lagi karena masih mau mempelajari proposal lebih dalam.
Aku follow up Masjid Sudirman, Pak Ismani bilang baru bisa ada keputusan sekitar awal Juli.
Aku ke Rektorat Unud. Lokasinya di Jimbaran, sedangkan domisiliku di Denpasar. Jarak dari Denpasar ke Jimbaran memakan waktu sekitar 25 menit, tapi untuk orang sepertiku bisa jadi sekitar 35 menit karena aku lebih sayang nyawa ketimbang waktu, hehe… Untuk estimasi, jaraknya (untuk teman di Jatim) kira2 dari Juanda ke Porong atau (untuk teman di Jakarta) dari SMA 1 Tangerang ke Monas. Sesampainya disana, aku tak bisa bertemu Pak PR-3, jadi aku hanya meminta nomor kendali surat dan menitipkannya ke sekertaris PR-3. #Rektorat_day1

Hari 9-10
Kak Heri mengajakku silaturahim ke Pak Tamam, beliau ini dosen dari Poltekes. Setelah Kak Heri menceritakan seluk-beluk keperluanku pada Pak Tamam, beliau memberi dana dengan jumlah yang lumayan untuk bisa mengganti biaya pencetakan proposal. Beliau juga memberi beberapa link.
Aku bertanya pada adik kelasku yang sekolah di Garuda. Dia bersedia membantu untuk menyalurkan proposal, walau belum tahu nanti hasilnya bagaimana. Aku kirim softcopy proposal ke emailnya.
Aku telepon perusahaan2 di Indonesia yang berhubungan dengan dunia medis, tapi tak ada satupun dari mereka yang bersedia membantu.
Aku telpon sekertaris PR-3, katanya aku disuruh langsung menghadap PR-3 hari ini juga. Aku datang lagi ke Rektorat, tak peduli jarak, yang penting dapat dana, walau belum pasti. Pepatah barat mengatakan “Distance means nothing when money means everything” hehe… Alhamdulillah aku bisa mendapatkan tanda tangan PR 3 untuk 2 proposal. Yang satu untuk ke rektorat sendiri dan yang lain untuk ke Dikti. Setelah itu, aku disuruh ke bagian kemahasiswaan rektorat untuk memasukkan proposal. Alhamdulillah proposalku diterima, tapi aku harus menghadap Kabag Minat untuk penentuan jumlah dana. Hanya saja, Kabag Minat tidak berada di tempat, jadi aku harus kembali esok hari. #Rektorat_day2

Hari 11-12
Aku diantar Henri ke rumah makan Ayam Bakar Wong Solo karena menurut isu, pemilik rumah makan ini adalah seorang muslim yang dermawan. Di perjalanan, Henri ditilang karena tidak mengenakan sabuk pengaman saat mengendarai mobil. Ah, ada2 saja. Aku jadi tak enak padanya. Aku ingin sekali mengganti uang denda itu.
Aku follow up Garuda, tapi belum ada jawaban.
Aku ditemani Kak Heri ke Pak Abdul Mukib. Beliau adalah salah satu yang direkomendasikan oleh Pak Ismani. Rumahnya jauh sekali, di daerah Kuta. Entah mengapa Kak Heri begitu baik mau membantuku seperti ini.
Aku telepon bagian kemahasiswaan rektorat dan Alhamdulillah ternyata Kabag Minat sudah ada di tempat. Saat aku menghadap beliau, beliau mengatakan bahwa aku harus kembali ke Fakultas untuk melengkapi beberapa persyaratan, salah satunya surat pengantar. Padahal Ibu Pembantu Dekan-3 berkata bahwa tanda tangan beliau di proposal saja itu sudah lebih dari cukup untuk sekadar menggantikan surat pengantar, tapi Kabag Minat menginginkan hal lain. #Rektorat_day3

Hari 13-14
Aku follow up Ayam Bakar Wong Solo, tapi mereka masih belum mau memberi bantuan dana.
Aku bawa proposal ke 3-cellular, karena Bagian Marketing sedang tidak ada di tempat, aku diberi kartu nama untuk dihubungi.
Aku kirim proposal ke KSE. KSE ini semacam yayasan penyalur beasiswa bagi mahasiswa berprestasi di Indonesia. Alhamdulillah aku sudah menjadi salah satu penerima beasiswa. Untuk kali ini, aku coba kirim proposal lagi, siapa tahu ada kebijakan baru untuk bisa memberiku beasiswa khusus.
Aku kembali ke rektorat setelah melengkapi apa yang disuruh oleh Kabag Minat. Beliau menjanjikan uang dua juta akan turun, tapi aku disuruh menghubungi Kasubbag Minat, Pak Gede namanya. Setelah mengahadap Pak Gede, lagi-lagi aku diberi semacam formulir pernyataan yang nantinya aku harus kembali ke Denpasar untuk meminta tanda tangan Ibu PD-3. #Rektorat_day4

Hari 15-16
Aku diantar Bahar ke Krisna (toko oleh-oleh Khas Bali) untuk dapat souvenir yang nanti akan dibagikan di Turki, pihak marketing bilang aku harus menghubungi mereka lagi esok hari.
Aku follow up 3-cellular, kepala marketingnya bilang mau memberikan dana asal aku bisa menjualkan produknya. Setiap produk yang terjual, dihargai 1000 rupiah, kalau aku butuh 10juta, itu artinya aku harus menjual 10.000 kartu perdana dalam 3 minggu ini. Prospeknya bagus memang, tapi itu untuk jangka panjang, tidak untuk waktu mepet seperti ini.
Aku ke JPMI, banyak yang merekomendasikan ini soalnya. JPMI (Jaringan Pengusaha Muslim Indonesia) yang ada di Bali. Aku sudah hubungi ketua JPMI, tapi beliau bilang belum pelajari proposalnya.
Aku ke rektorat lagi setelah melengkapi formulir pernyataan yang sudah ada tanda tangan PD-3. Sesampainya disana aku harus meminta tanda tangan 2 orang lagi, yaitu Kabag Administrasi Kemahasiswaan dan PR-3. Alhamdulillah aku bisa dapat tanda tangan Kabag Adm, tapi tidak untuk tanda tangan PR-3 karena beliau sedang mengajar. Jadi aku harus menitipkan ke sekertaris PR-3. #Rektorat_day5

Hari 17-18
Aku follow up Krisna. Alhamdulillah mereka mau bantu 20 bingkisan yang berisi gantungan kunci, tas, kalender Bali, dan T-shirt. Aku ke kantor pusatnya diantar Bahar lagi dan mengambil 20 bingkisan itu.
Aku follow up JPMI, tapi katanya proposal masih belum dipelajari.
Aku ke DSM (Dompet Sosial Madani). Kata teman2 IMA, biasanya cuma naruh proposal dan besoknya tinggal ambil dana, simple. Tapi berbeda dengan yang aku alami kemudian. Setelah menaruh proposal, aku disuruh menunggu telepon dari DSM.
Aku ke rektorat lagi untuk mengambil surat yang sudah ditandatangani PR-3. Aku bawa lagi surat dan segala kelengkapan itu ke Pak Gede, tapi ternyata beliau tidak ada di tempat karena sedang ke Lombok. Pegawai yang lain tidak mau menggantikan, jadi aku harus kembali lagi setelah Pak Gede pulang dari Lombok. #Rektorat_day6

Hari 19-20
Aku ke Pak Gigih, beliau banyak direkomendasikan oleh beberapa donator yang aku datangi karena mereka bilang Pak Gigih ini punya banyak link. Setelah menghadap beliau, aku disuruh menghubungi beliau lagi keesokan harinya.
Dalam perjalanan menuju rumah teman, aku ditelpon DSM. Mereka bilang untuk proposal yang aku ajukan ini harus melewati sesi presentasi dan wawancara. Mereka meminta aku untuk datang ke kantor DSM ke esokan hari dan menyiapkan diri untuk wawancara. Aku bersedia.
Aku ke Pak Hanafi diantar Mba Wid, katanya proposalku akan dibantu ke pengusaha-pengusaha muslim di Bali. Dijanjikan juga hal lain, dipermudah jika aku mau mengikuti satu syarat dari sebuah partai yang akan memonopoli kehidupanku ke depannya. Bukan aku tak mau berkontribusi untuk partai itu, hanya saja aku sedikit kurang sepakat dengan cara mereka yang cenderung mengikat.
Aku telepon bagian subbag minat untuk memastikan apakah Pak Gede ada di tempat dan ternyata ada. Aku ke rektorat. Sesampainya disana dikatakan Pak Gede baru saja pergi dan aku disuruh menelepon beliau. Saat ku telpon, beliau bilang suruh taruh saja di atas mejanya, nanti uang akan ditransfer ke rekening. Aku ikuti saja perintahnya. #Rektorat_day7

Hari 21-22
Aku ke Bu Amna (dosen muslim) diantar Mba Yuni. Bu Amna hanya bisa menghubungkan ke dokter Marini. Setelah aku hubungi dokter Marini, beliau bilang aku harus ke rumahnya untuk antar proposal. Rumah dokter Marini adalah di samping rektorat. Okelah, aku jalani. #Rektorat_day8
Aku ke Pak Hilmun (anggota DPR) diantar Kak Heri dan Bahar. Alhamdulillah beliau mau membantu sejumlah uang yang kira2 cukup untuk mengganti pulsa yang sudah aku keluarkan untuk menelpon donatur2 dan cukup untuk mengganti bensin yang aku habiskan untuk keliling2 mencari donator.
Pak Hilmun juga bantu telpon CSR Indosat dan Alhamdulillah ada angin segar.
Aku hubungi lagi DSM untuk konfirmasi bahwa aku akan datang jam 2 siang seperti yang dimintanya kemarin, tapi mereka membatalkan dan mengundurkan jadi ba’da ashar. Oke, ba’da ashar aku konfirmasi lagi dan ternyata mereka membatalkan lagi dan menyuruhku datang keesokan hari.

Hari 23-24
Alhamdulillah aku dapat dana dari Indosat yang cukup untuk mengganti biaya pembuatan paspor dan tiket pulang pergi Bali-Jakarta.
Aku ditemani Kak Heri menghadap ketua BSMI Bali, Pak Bambang namanya. Beliau mau membantu meneruskan proposal ke BSMI Pusat asal aku bersedia menjadi relawan dan pengurus BSMI Bali. Aku bersedia dan beliau bilang esok aku harus mengisi surat pernyataan kesediaan menjadi relawan dan pendaftaran pengurus.
Hari ini aku bikin Passpor sendiri, sebelumnya diantar Happy karena dia yang tahu tempat kantor Imigrasinya. Hari pertama pembuatan Paspor kelar walau aku harus menunggu lama dan meninggalkan SGD.
Aku hubungi lagi DSM, tapi dibatalakan lagi oleh mereka dan disuruh datang lagi esok hari.

Hari 25-26
Aku follow up BSMI dan aku mengisi formulir kesanggupan. Untuk hasilnya bagaimana, aku disuruh menunggu.
Aku hubungi lagi DSM, tapi dibatalakan lagi oleh mereka dan disuruh datang lagi esok hari.
Aku ditemani Kak Heri, Bahar, Adys, Shinta dan Nila ke Pak Rektor. Aku dan teman2 mendatangi tempat prakteknya. Pak Rektor tidak bersedia membantu dan beliau menganggap ini (FIMA Camp) adalah event illegal. Untuk lebih dahsyatnya mungkin Kak Heri, Bahar, Adys, Shinta dan Nila lebih paham bagaimana galaunya aku saat itu.
Alhamdulillah masjid Al-Amanah memberi dana yang cukup untuk membayar Visa nanti dan untuk airport-tax.

Hari 27-28
Aku lanjut bikin passpor. Hari ini adalah sesi foto dan wawancara. Cukup lama karena bagian Imigrasi mendahulukan para calo. Tak heran Ayahku pernah menjuluki negeri ini adalah negeri para calo. Lagi-lagi aku bolos SGD untuk pembuatan paspor ini.
Aku ke Bu Rukmi (dosen muslim) diantar Mba Wid, tapi Bu Rukmi belum bisa membantu.
Aku harus belajar buat ujian Urinary besok.

Hari 29-30
Aku ambil passport
Ujian blok Urinary
Hubungi dokter Sundari atas saran dari Kak Heri. Beliau minta dikirim proposalnya via email dan menyuruhku menuggu kabar darinya.

Hari 31-32
Hari ini dapat kabar kalo yg berangkat cuma 3. Aku, Mas Faisol (UGM) dan Bang Aan (Unand). Aku rasa itu tidak ‘fair’ karena 7 delegasi lain pasti sudah banyak persiapan. Tapi apa mau dikata. Aku sendiri bingung harus bersyukur atau bagaimana. Aku tak enak hati pada 7 delegasi yang lain. Ketika aku tanya atas dasar apa aku terpilih, dijawab atas CV dan Esai kemarin. Entahlah.
Aku ngirim kelengkapan data ke pengurus FULDFK, berisi data diri, nomor paspor, dll.
Aku follow up dokter Sundari dan beliau menyuruhku untuk hubungi dokter Anwar karena beliau sendiri tak bisa membantu.

Hari 33-34
Mas Faisol sudah booking tiket buat bertiga, deadline pembayaran tiketnya minggu depan.
Aku search Video Promo Indonesia di yuotube.
Aku hubungi Dokter Anwar. Beliau minta dikirim proposalnya via email dan menyuruhku menuggu kabar darinya.

Hari 34-35
Aku telpon Ibu, minta duit coz deadline pembayaran tiket ke Turki sudah semakin dekat. Alhamdulillah Ibu dan Ayah mau membantu, tapi aku berjanji akan mengembalikan walau Ayah dan Ibu ikhlas memberinya.
Aku langsung bayar tiket. Besoknya, dapat kabar kalo Bang Aan telat bayar, jadinya flight kami akan terpisah.
Aku follow up dokter Anwar, tapi ternyata beliau belum bisa membantu.

Hari 36
Packing
Baca2 sistem Reproduksi coz aku bakal bolos 1 minggu untuk ke Turki.

Hari 37
Dapat duit dari Ibu Kos yang kebetulan baru datang ke Bali. Alhamdulillah.
Berangkat ke Surabaya dulu untuk pamit ke Kakek, Om, Tante dan sepupu Vadan. 

Hari 38
Saat aku harus berangkat dari Surabaya ke Jakarta, aku ketinggalan pesawat. Entahlah, hari itu aku begitu ceroboh. Di ruang tunggu, aku duduk di samping suami istri. Mereka mungkin aneh melihat tampangku yang depresi gara2 ketinggalan pesawat. Mereka menyapaku, bertanya banyak hal. Terbukalah obrolon kami. Aku tak meminta, aku hanya bercerita. Dan aku tak mungkin bercerita jika tidak ditanya. Dari situlah mereka mau membantuku sebesar 500rb, lumayan juga. Hikmah dari ketinggalan pesawat adalah bisa silaturahim dan dapat relasi baru seperti ini.

Hari 39
Berangkat ke bandara untuk ke Turki diantar Ayah dan Ibu. Hari itulah aku baru tahu yang namanya Mas Faisol dan Bang Aan, setelah sekian lama berkontak via dunmay saja. Bang Aan pergi ke terminal lain karena dia naik Singapore Airlines, sementara aku dan Mas Faisol naik Malaysia Airlines. Banyak sekali cerita sepanjang perjalanan, walau hanya 16 jam. Cerita yang aku dan Mas Faisol alami dari mulai check-in, transit, pengambilan bagasi, dll. Cerita lain banyak datang dari Mas Faisol, tentang keluarganya, kehidupan di kampusnya, cita-citanya, rencana bisnisnya, dll. Aku catat dalam note-ku ada lebih dari seratus cerita selama 16 jam itu. Tapi tidak akan ku posting disini, hanya untukku pribadi saja, hehe… #sebenernya karena kepanjangan kalo aku cerita

Hari 40
Sampai di Attaturk Airport. Alhamdulillah. Aku merasa sudah bisa “move on”. Aku punya banyak alasan untuk “move on”. “Move on” itu bukan pilihan, tapi merupakan keharusan. Bismillah, seni seviyorum, Istanbul… J
Note berikutnya insyaAllah akan berjudul “Romantisme Ukhuwah di antara Dua Benua, Selat Bosphorus”

Reqgi First Trasia
Denpasar, 17 July 2012



Komentar

Postingan Populer