Seperti Papan Catur
Hidup ini seperti papan catur. Ada hitam, ada putih. Ada
siang, ada malam. Ada tawa, ada tangis. Begitulah Allah menciptakan segala
keunikan yang sampai kapanpun kita tidak akan mampu menerka maksud Allah.
Seperti hari ini, banyak kejadian-kejadian di kampus yang
membuatku tersenyum, baik itu tersenyum manis maupun tersenyum pahit.
Diawali dengan kisah Su dan pacarnya yang baru saja
putus karena pacarnya sudah selingkuh sebanyak 47 kali. Luar binasa! 46 kali
Suntia memaafkan kesalahan fatal yg diperbuat oleh L, pacarnya. Yg ke-47
kali, barulah mereka putus. Waw! Aku heran. Memang banyak kita temukan
ketidaklogisan dalam cinta.
Aku tak bisa menjadi Su. Jangankan selingkuh, berteman
terlalu dekat dengan perempuan lain saja sudah pasti ku putuskan kalau aku
punya pacar. Terlepas dari sifatku yg pencemburu, aku rasa perselingkuhan dalam
sebuah hubngan itu adalah suatu masalah yg mungkin bisa dibilang menjijikkan.
Aku sama sekali tak bisa mentoleransi hal itu. Contohnya saja ketika SMA dulu.
Seseorang berinisial A yg dekat dengan adik kelas berinisial R. hal itu
membuatku risih dan tentu saja aku mengambil keputusan akurat. Keputusan yg aku
rasa tepat itu mudah membuatku ‘move on’ dengan segera. Membuat aku mampu
membuka hati untuk pria lain. Ah, tak perlu ku sebutkan siapa ‘pria lain’ itu.
Di sisi lain, D sedang bahagia karena sudah 6 bulan
jadian sama I. Teman-teman menggoda Dessi dan dia hanya mampu tersipu malu.
Begitulah, ada senang, ada duka. There’s happiness and
sadness. Bahasa Indianya, Kabi kushi kabi gham, hahaha…
Kawan-kawanku di SGD memang unik. Banyak kesedihan dan
kebahagiaan yg mereka bawa untuk mencairkan suasana.
P namanya. Aku biasa memanggilnya Kak Ray. Dia ini
kawan SGDku yg gokil. Senang sekali ngupil dan dengan bangganya mengatakan
bahwa diameter ketombenya lebih dari setengah sentimeter. Ya ampunnn…
A namanya. Aku senang punya teman seperti dia, terlepas
aku sering meminjam catatannya, dia adalah seorang yg tulus dalam berucap dan
bertindak. Hatinya lembut. Ia tak suka menggunjingkan orang. Ia hanya tertawa
ketika Y meledekknya dengan menyuruh kami membayangkan Anggun bawa payung,
pake wedges, dan naik sepeda roda satu. Ah, lucu sekali memang…
Kampus hari ini ditutup dengan curhatan dari Rz tentang
kehidupan cintanya. Bukan mendengar kawan presentasi tentang Raynaud’s
Syndrome, aku malah mendengarkan Rz curhat. Kami duduk di bangku tengah. Rz
bercerita tentang T, adik kelas yang sedang dekat dengannya.
Rz mengatakan bahwa T sudah meminta maaf ke Sh atas
kesalahannya. Ya, T sempat dekat dengan E, pacar Sh. E yang
mendekati T. Itu artinya apa? Itu artinya E selingkuh, tapi hebatnya
Sh masih mau memaafkan E. Kata Rz, ya siapa sih cowok yg gak mau kalo
‘dihidupi’ sama ‘cewek’. Hmm, maksud Rz mungkin karena Sh pernah memberi
E uang yg nominalnya jutaan, membayari E saat makan, dll. Ah, rumit memang.
Sh menyuruh E sembah sujud di kakinya dan E mau
menyembah kaki Sh sebagai bentuk permohonan maafnya karena telah selingkuh
dengan T. I waw! Errr… ini bukti ketidaklogisan cinta nomor dua. Yang
pertama adalah kisah Su tadi.
Yang jadi pertanyaan, mengapa Rz bisa mengetahui cerita
itu? Ya, karena Rz juga dekat dengan T. Mereka sepertinya hampir jadian,
hanya saja Rz masih bimbang. Itulah mengapa Rz ingin bercerita kepadaku.
Rz sudah enggan mendekati C, sehingga ia mau membuka hati untuk T.
Huff, pusing. Ceritanya mirip sinetron. Nyambung satu sama lain.
C ini cewek luar biasa yg masih belum bisa move on
karena jatuh cinta pada anak Unair yg sudah punya cewek. Karena alasan itulah
ia menolak Rz. Ini adalah bukti ketidaklogisan cinta nomor tiga.
Rz menyukai T, entah apa yg masih menjadi
pertimbangannya untuk segera menyatakan cinta. Rz obsess banget sama cewek
Jawa, dan T sudah memenuhi kriterianya. Rz obsess sama cewek yg mandiri,
hanya saja T cenderung childish, tapi bukan itu persoalan utamanya.
Ia tanya pendapatku. Ku katakan saja bahwa jangan menambah
bukti ketidaklogisan cinta nomor empat dengan tetap menunggu C selama 7
bulan. Jika memang T lebih ‘real’, kenapa harus menunggu yang ‘unreal’?
sekarang Rz tinggal menunggu moment yg pas untuk menembak T, entah kapan,
kita tunggu saja.
C, gadis ini memang dahsyat. Wajar kalau Rz sempat
tergila-gila padanya. C lebih sering mendapat nilai A dibandingkan aku.
C pandai bermain musik dan dia aktif berorganisasi. Aku sempat ingin
menjadi sepertinya. Bukan karena disukai oleh Rz. Bukan sama sekali.
Melainkan karena aku melihatnya sebagai sosok yg hebat.
Terlalu picik memang kalau membandingkan diri kita dengan
orang lain karena setiap orang itu unik. Tapi tak apalah, coba aku bandingkan
diriku dengan C. C lebih pandai dariku. C lebih eksis di organisasi
daripada aku. C jago bermain musik, sedangkan aku tak bisa sama sekali.
Sungguh, aku ingin menjadi seperti dia. Aku tidak iri, tapi aku ingin menjadi
seperti dia, itu saja. Tak lama, aku ingat bahwa Ayah dan Ibu selalu ingin aku
menjadi diriku sendiri. Ya, aku putuskan untuk menjadi Reqgi yg sekarang. Yeah, it’s
okay to be me!
Begitulah, ada senang, ada sedih. Tidakkah para blogger
bertanya, sedang ada di posisi mana saya sekarang? Senang atau sedih? Saya
selalu senang, lebih tepatnya. Saya senang karena saya mampu membahagiakan
orang-orang yg saya sayangi.
Jadi begini, beberapa harapan yg aku inginkan dengan
beasiswa yg aku terima satu persatu mulai terealisasikan. Aku sudah memberi
adik2 stafku di IMA hadiah yg memang layak mereka peroleh sebagai balasan atas
jerih payah mereka selama satu tahun kepengurusan. Hadiah itu tidak ku beli
dengan uang beasiswa, melainkan dengan uang hasil kerjaku memberikan penyuluhan
ke anak2 SD tentang pola makan yang baik dan halal. Lumayan, seratus ribu ku
dapatkan dari sana.
Uang enam juta yang aku dapatkan dari beasiswa sudah turun
dua juta, tinggal empat juta lagi. Uang itu sebagian ku berikan pada nenek,
kakek, dan adik2ku. Tak ku sangka Kakek dan Nenek meresponnya dengan bahagia.
Ku biarkan mereka menggunakan uang itu sesuka hati mereka. Aku tertawa
mendengar Ibu bercerita tentang apa saja yg dilakukan Kakek (dari Ibu) dan
Nenek (dari Ayah) dengan uang pemberianku itu. Ya, terkadang lansia memang
melakukan hal-hal yg mungkin terlihat selayaknya anak kecil.
Aku pribadi belum menggunakan uang beasiswa itu untuk
keperluanku sendiri. Aku ingin mengumpulkannya untuk ku belikan biola. Aku
ingin belajar biola walau aku tahu aku tak punya bakat. Tapi ingin bisa, sangat
ingin bisa, walau benar2 harus mulai dari NOL!
Hari gini seharusnya aku belajar Kardio, bukan malah ngepost
di blog. Ah, sudahlah, tak apa.
Tadi sebelum Rz mengakhiri curhatnya denganku, ia sempat
bertanya, “Gik, beneran tuh yg kamu bilang Rzq udah punya cewek lagi?”
. Ah, akhirnya nama ‘pria lain’ itu ku sebut juga,
hiks…
“Ya, bener… Emang kenapa?”jawabku
“Gpp sih, emang sama siapa, Gik?”
“Sama teman kampusnya kalo gak salah.”
“Trus lu-nya gimana?”
“Ya udah, aku-nya sih ngebiarin aja.”
Aku tak mau menambah daftar bukti ketidaklogisan cinta nomor
lima. Aku mengakhiri hubunganku dengan Rzq karena ia mengacuhkanku selama
sekitar tiga minggu karena kesibukannya, padahal saat itu aku sangat
membutuhkannya. Selain itu, aku juga ingin bergabung dalam sebuah organisasi
Islam skala nasional yang salah satu persyaratannya adalah nggak boleh pacaran.
Kedua alasan itu terlalu naïf memang, tapi aku punya alasan lain yg cukup
logis. Aku tak mungkin melanjutkan hubungan dengan orang yg sama sekali tak
pernah mencintaiku, begitulah yg pernah dikatakan Rzq padaku. Ya, ternyata ia
tak pernah mencintaiku. Ia bukan “tak lagi”, tapi “tak pernah”.
Mungkin saja aku yg bodoh karena terlalu sederhana
mencintainya. Ya udah lah ya, itu sudah setahun berlalu, tak perlu lagi
diingat, bahkan harus dilupakan. Kebodohanku selanjutnya adalah ketika aku
datang ke pantai Kuta pada tanggal 5 Mei 2012 kemarin, tanggal dimana tepat
setahun yg lalu (5 Mei 2011) Rzq dan aku duduk berdua di bibir pantai. Waduh,
secara tidak langsung, tindakanku ini menambah daftar ketidaklogisan cinta
nomor enam. Tapi enggak! Aku datang ke pantai Kuta bukan karena aku masih
mengharapkannya, tapi aku hanya ingin mengenang. Mengenang itu bukan
mengharapkan. Mengenang bahwa Rzq pernah membuatku bahagia itu hanya sekadar
memori sampah, tapi sampah yang indah. Ini adalah tanda bahwa aku masih logis.
Aku tidak mungkin mengharapkan orang yang sudah punya cewek, iya kan? Dan aku
tidak mungkin mencintai orang yang ternyata sama sekali tak pernah mencintaiku,
iya kan? Karena wanita itu lebih baik mendampingi orang yg mencintainya
daripada yg dicintainya.
Bicara soal logis adalah peraduan antara hati dan pikiran,
tapi hati dan pikiran punya logikanya masing2. Logika hati tak akan pernah
dimengerti oleh otak. Begitu pula, logika otak tak akan pernah dimengerti oleh
hati.
Aku sendiri dan terkadang merasa sepi? Tentu saja. Itu
adalah reaksi normal para jomblo. Aku belum bisa move on, terbukti selama
delapan bulan ini aku menutup hati bagi siapapun yg ingin mendekat. SIAPAPUN.
Menutup hati, bukan berarti aku mengharapkan cinta yang telah mati dan telah
terkubur selama delapan bulan. Hanya saja, jika Allah memang menakdirkan untuk
menghidupkan kembali cinta yg sudah terkubur tanpa harus aku menggali kuburan
itu, ya apa mau dikata. Mungkin itulah yg terbaik. Semoga saja.
Sudahlah, kini giliran Kardio yg harus aku beri perhatian
lebih karena ujian sudah dekat.
Reqgi First Trasia
8 Mei 2012
Komentar