Dear, Mama Mertua
Dear, Mama Mertua.. sebelumnya terimakasih pernah membantu saya menjaga anak-anak saya, terimakasih juga sudah beberapa kali menjadi pemicu bertengkarnya saya dengan suami yang sangat saya cintai.
Sebelum
saya masuk ke pertanyaan dan klarifikasi, saya ingin menyampaikan beberapa
uneg-uneg. Sebenarnya sudah sejak lama saya kecewa atas sikap mama, ketika:
1. Mama
menjual printer saya sewaktu di Bali tanpa seizin saya. Memang kondisi printer
itu sedang rusak, tapi saat itu saya berharap masih bisa diperbaiki dan saya
turunkan ke Zenia. 3 tahun saya menabung untuk bisa membeli printer seharga
800ribu itu. Dan Mama dengan mudahnya menjual printer saya di abang2 loakan
seharga 5ribu.
2. Mama
menjual cincin pernikahan Amri tanpa sepengetahuan saya. Cincin itu sepasang.
Punya saya masih ada, punya Amri entah kemana. Tiba-tiba Mama ngasih saya
kalung yang ternyata itu dibeli setelah menjual cincin punya Amri. Beberapa
bulan berikutnya, Mama bilang ke Amri, “Itu kan si Reqgi cincin sama kalungnya
jarang dipakai, udah jual aja, uangnya kasih ke Mama.”
3. Mama
fitnah saya di depan teman Amri yang saat itu sedang silaturahim
ke rumah Jelutung. Waktu Aqila jatuh dan nangis, Mama bilang ke mereka, “Ini si
Reqgi anaknya jatuh malah gak tahu kemana perginya.” Padahal jelas sekali waktu
itu Mama lagi nyuruh saya beli garam di warung depan.
4. Sewaktu
di Jelutung juga, Mama cuci lagi pakaian yang sudah mau saya jemur, sambil
ngomong ke Amri, “Itu si Reqgi nyucinya gak bersih, gak dikucek.” Saya dengar
obrolan itu. Sepertinya senang sekali kalau saya terlihat buruk di depan suami.
5. Sewaktu
di Cilegon, saat ada dokter periksa saya, Mama malah tidur2an di kasur,
mengangkat kaki, sambil telpon dan tertawa2. Saya malu sama dokternya. Saya
berharap mertua saya bisa berlaku santun. Saya juga kaget sewaktu Mama baru
kembali ke Cilegon hampir pukul 12 malam setelah jalan bareng bapak2 yang bukan
muhrimnya.
6. Sewaktu
di rumah Depok, Mama bilang ke Amri kalau bandeng masakan saya belum matang,
padahal jelas-jelas bandeng itu hampir gosong. Kalau memang gak suka makan
ikan, saya rasa gak perlu bilang masakan saya mentah.
7. Setelah
saya dan Amri beli rumah di Depok, setiap main ke Kodam, entah maksudnya
bercanda atau apa, Mama selalu bilang “Kalau bukan karena Mama, Amri pasti gak
bisa beli rumah,” pernah juga bilang “Kalau Amri gak beli rumah, mungkin hidup
kita gak akan susah begini,” Seolah2 Amri adalah biang dari semua kesulitan
Mama. Kalimat itu sering sekali di ulang, kadang dengan versi yang berbeda,
meski maknanya sama. Hingga beberapa kali saya dengar Mama menyuruh Amri untuk
menjual rumah kami dan menyerahkan uang hasil penjualan rumah ke Mama.
8. Mama
bilang ke keluarga/kerabat/saudara kalau Amri beli rumah tunai pakai semua uang
warisan papa dan Eyang, sehingga mereka berpikir negatif ke Amri, seolah Amri
makan semua harta itu, padahal kenyataannya tidak seperti itu. Saya punya
datanya berupa rekening koran yang menunjukkan transaksi antara Mama dan Amri.
9. Mama
selalu menganggap saya suudzon terhadap mama, padahal faktanya apa yang terjadi
adalah sebaliknya. Mama yang selalu suudzon terhadap saya. Mama menuduh saya
mengendalikan Amri, menuduh Amri selalu nurut sama istri, menyangka saya jahat
sama anak-anak saya, menuduh saya yang melarang Amri menjual rumah, dan
berbagai prasangka buruk lain.
10. Selama
ini walaupun saya hidup sangat sederhana bersama Amri, bahkan saya sampai
lapar, tidak pernah meminta yang dasar2 ke Amri, saya ikhlas kebutuhan rumah
tangga (pampers, susu anak2, makanan) saya tanggung dengan gaji saya, saya
tidak pernah mempersoalkan itu. Kami tidak pernah bertengkar perkara perut
lapar atau tidak membeli baju lebaran atau hal lain, tetapi kami selalu
bertengkar setiap Mama mengadu tentang saya ke Amri, selalu complain ke Amri
tentang keberadaan saya. Dan Amri sendiri yang menceritakan perihal itu. Maaf,
saya tidak bisa mentoleransi kondisi pernikahan dengan adu domba dari faktor
luar.
Dari
10 hal itu mungkin terlihat kalau saya tipe orang pendendam. Iya, saya memang
sulit sekali memaafkan orang yang mengecewakan hati saya, terlebih lagi orang
itu tidak sedikitpun menyadari bahwa apa yang dilakukannya itu keliru.
Saya
punya 5 pertanyaan ke Mama:
1. Kenapa
Mama benci banget sama saya sampai tega melakukan 10 hal di atas?
2. Kenapa
Mama tega menfitnah Amri dengan bilang ke saudara2/kerabat kalau Amri pakai
semua uang warisan untuk beli rumah? Padahal faktanya itu rumah kami cicil dengan keringat kami sendiri.
3. Kemana
habisnya uang sebanyak itu? Kenapa Mama gak jujur aja kalau uang itu Mama
habiskan untuk senang2 sama si Noval (pacar Mama itu), pergi ke Makasar, ke Sukabumi, dll? Kenapa
Mama gak bagi rata uang warisan papa? Kenapa dulu Mama ngelarang Amri untuk
ngejelasin ke adik2nya soal hukum warisan? Saya tidak sakit hati soal hak Amri atas warisan itu yang tidak terpenuhi, toh bukan saya yang dosa.
4. Kenapa
Mama tega secara nggak langsung ngadu domba anak2nya sendiri? Mungkin ini yang
membuat Ai pernah bilang “Lagian lo Mri ngapain beli rumah, bukannya dibuat
beli mobil aja!” Karena adik2 Amri dan saudara2 lain taunya Amri beli rumah itu tunai pakai uang warisan papa. Padahal itu fitnah.
5. Kenapa
Mama tega ngadu domba saya sama Ai, sampai Ai ngatain saya “berak”?
6. Kenapa
Mama tega nuduh saya mengendalikan Amri? Saya tidak pernah berbuat seperti itu.
Justru saya tidak pernah menuntut yang aneh-aneh dari Amri selain perannya
sebagai Ayah yang baik.
Yang
harus saya klarifikasi:
3. Saya
gak masalah mama minta uang sama Amri. Saya sudah tahu resikonya menikah sama
anak yatim yang jadi tulang punggung keluarga, yang punya adik banyak, yang
punya mama janda bergaya hidup mewah. Tapi maaf, kami Cuma sanggup ngasih per
bulannya 500-700ribu.
4. Saya
sudah berusaha bertahan dengan uang segitu per bulannya. Saya coba cari kerja
Cuma 2 hari seminggu, itu pun sambil bawa anak, yang penghasilannya
Alhamdulillah cukup untuk nyambung hidup sehari2. Itupun kadang Mama masih
mempengaruhi Amri untuk melarang saya kerja. Kalau saya tidak kerja, uang tidak
jatuh dari langit. Dan kalau memang saya bahagia dengan pernikahan ini, berat
badan saya tidak akan turun sampai 8 kg. Dulu berat saya 49 kg, sekarang 41 kg.
6. Saya
tahu kalau saya bukan menantu seperti yang mama harapkan. Mama juga bukan
mertua seperti yang saya harapkan. Saya sudah cukup banyak toleransi selama 4
tahun ini. Saya hargai mama pernah bantu saya menjaga anak2, tapi semenjak Mama adu domba saya sama Ai, adu domba saya dengan suami
saya sendiri, saya sudah tidak tahan lagi. Selama Amri masih menjadi suami
saya, maka Mama akan tetap jadi mertua saya. Itulah kenapa saya dan Amri
mempertimbangkan untuk berpisah. Biar kita sama2 enak, sama2 bahagia. Saya jadi
gak tertekan dengan pernikahan ini dan Amri pun tetap bisa berbakti sama Mama.
Tangerang, 16 September 2017
Salam,
Reqgi
Komentar